Sabtu, 07 April 2012

Hukum Onani atau Masturbasi

Tanya:

Apa hkm onani bg bujang/blm mampu menikah utk melampiaskan nafsu sahwat. Jibnunmuhammadjawas@yahoo.com>



Jawab:

Berikut jawaban dari tiga ulama besar di zaman ini:

1. Fatwa Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan -hafizhahullah-

Tanya :

“Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal.

Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? Lantas, apa hukum onani ? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”

Jawab :

Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/ kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” [QS. Al-Mu`minun: 5 - 6]

Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. (HR. Al-Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.

Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.

Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.

Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

2. Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah-

Tanya :

“Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ?”

Jawab:
“Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-Mu'minun: 5 - 7]

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.

Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Al-Bukhari: 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.

Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

[As ilah muhimmah ajaba ‘alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]

3. Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-

Tanya:

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”

Jawab:
Ini yang disebut oleh sebagian orang “kebiasaan tersembunyi” dan disebut pula “jildu ‘umairah” dan ‘‘istimna” (onani). Jumhur ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5 – 7]

Orang yang melampuai batas artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.

Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.

Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan.

Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.

Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya. Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.”

Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau mengatakan : “Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”

Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu :

Pertama: Segera menikah bagi yang mampu.

Kedua: Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.

Maka hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.

Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya, “Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah.” (HR. At-Tirmizi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

(Dikutip dari terjemah Fatawa Syaikh Bin Baz, dimuat dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130, disalin dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)

Sumber: Salafy.or.id offline Judul: Fatwa ulama seputar onani atau masturbasi dengan sedikit perubahan



***

aldi tanya:
assalamualaikum
apa hukum nya seorang laki2 yang telah beristri melakukan onani dan hal itu sepengetahuan istri juga,hal itu di lakukan karna pekerjaan yang jauh dari keluarga dan berbulan2 tidak pulang

sukron

Jawab:

Waalaikumussalam warahmatullah
Tidak boleh saling meridhai dalam kemungkaran. Yang wajib bagi dia adalah bertaubat kepada Allah lalu pulang kepada istrinya untuk menunaikan hajatnya kemudian dia berangkat kerja lagi jika dia kehendaki. Atau dia bisa melakukan poligami jika memang dia tidak bisa pulang selama berbulan-bulan. Wallahu a’lam

===

riru tanya:
bolehkah bermasturbasi/onani jika kondisinya harus hidup terpisah sekian bulan karena suami mencari nafkah di negara lain?
Jawab:
Tidak boleh dia melakukannya. Dalam keadaan seperti ini si suami bisa terjatuh ke dalam dosa karena membiarkan istrinya dalam keadaan seperti itu. Hendaknya si istri bertakwa kepada Allah Ta’ala, berusaha untuk menjaga kehormatannya dengan berpuasa, dan menasehati suaminya agar segera pulang. Wallahu a’lam
===
Ibnu Jubana tanya:

bismillaah, baarokalloohufiikum
setelah memabaca jawaban Ustadz u akh Aldi (nomor 5, 8 juli 2010) “….Atau dia bisa melakukan poligami jika memang dia tidak bisa pulang selama berbulan-bulan. Wallahu a’lam ”

ana penasaran, bukankah syarat utama dri poligami adalah ‘adil? bagaimana bisa ‘adil jika kita memiliki 2 (dua) istri misalnya ( yang satu tinggal di dalam negeri dan yang lain di luar negeri,tinggal bersama suami) berhubungan dengan pemberian nafkah terhadap mereka?

saya sendiri saat ini bekerja di luar negeri (perawat-kuwait)dimana hanya mendapat cuti tahunan 1 (satu) kali-sekitar 40 hari. Bisa juga mengajukan cuti darurat (15 hari) dengan alasan yang jelas (misalnya ada musibah dengan keluarga).

jazakumulloohukhoironkatsiiron…

Jawab:

Waalaikumussalam warahmatullah
Solusi poligami ini tentunya dilakukan jika tidak timbul masalah yang lebih besar. Tapi jika istrinya mengizinkan, kenapa tidak? Dan itu bukanlah kezhaliman karena istri (pemilik hak) telah merelakan haknya.

===

HOTELS IN INDONESIA tanya:
Maaf mau tanya,
saya kok belum membaca kesimpulan apakah Onani sama dengan Zina?
terimakasih

Jawab:

Onani tidak sama dengan zina. Zina mempunyai hukum had seperti rajam atau dicambuk lalu diusir, tergantung status pelakunya apakah dia belum atau sudah menikah.
Adapun onani maka dia tidak mempunyai hukum had.

===

ahloi tanya:
apa hukumnya kita mencampur aduk ayat-ayat alqur’an dengan inforasi lain,,,misalnya nya lagi baca ayat alqur’an trus lihat gambar porno….!
..
sedikit lagi..setau sya onani bagi seorang suami yg lagi jauh sama istri dan dilanda syahwat itu tidak haram..karna untuk mencegah dia berdina dengan wanita lain….

sekian….

Jawab:

Pertanyaan pertama saya tidak paham
Kedua, keadaan itu belumlah dikatakan darurat sehingga dia bisa melakukan onani. Karena tidak ada yang menghalangi dia untuk pulang ke istrinya atau dia bawa istrinya ke daerah dia bekerja atau dia menikah lagi di tempat kerjanya kalau memang tidak menimbulkan masalah baru. Apakah alasan bekerja bisa dijadikan alasan untuk mengerjakan hal yang diharamkan? Tentu saja tidak.

===

dindu tanya:

di atas dijelaskan bahwa daripada onani mending poligami bila tidak pulang berbulan-bulan, apakah sikap ini tidak lebih kejam kepada istri dibanding onani, tolong penjelasannya. dan apakah islam tidak mengatur tentang hati, seperti yang diceramahkan oleh aa gym yaitu jagalah hati, saya jadi bingung masalah poligami……………..gimana bos tolong dalilnya mana?

Jawab:

Di atas kita hanya menyebutkan solusi yang menungkinkan secara umum, kita tidak membicarakan solusi per solusi secara spesifik. Adapun masalah poligami saat pergi berbulan-bulan maka tentu harus mengikuti aturan dari pembolehan poligami itu sendiri, bukan seenaknya. Hanya saja karena inti pertanyaannya bukan poligami maka kami tidak merinci seperti ini.
Ala kulli hal, masih ada cara lain yang kami sebutkan kalo memang poligami tidak memungkinkan.

===

Rahman tanya:

askum,
ane mau tanya,

->bila seseorang telah malakukan onani, maka apakah ia harus mandi besar untuk mensucikannya?

->bila seseorang rajin beribadah dalam seharinya, dan melakukan onani 1x dlm seharinya, maka apakah amal ibadah seseorang itu lebih besar dari dosa onaninya/sebaliknya??

->adakah cara lain untuk mencegah melakukan onani selain berpuasa dan nikah???

trima kasih
waskum,

Jawab:

1. Jika onani sampai keluar mani maka dia wajib mandi junub.
2. Seorang muslim seharusnya tidak ‘main hitung-hitungan’ seperti ini. Semua dosa wajib untuk ditinggalkan karena semua dosa akan mengakibatkan kebinasaan bagi pelakunya, kecil atau besar, cepat atau lambat, kecuali jika dia bertaubat.
3. Dengan bergaul dengan teman-teman yang baik, usahakan semaksimal mungkin jangan sampai sendirian, rajin berolahraga, dan tentunya mempertebal rasa takut kepada Allah.

===

Hamba biasa tanya:

Afwan saya baca komen diatas, onani bisa disembuhkan dengan brpuasa, puasa sndiri adlah mnhan haus dn lapar dri mtahari terbit smpe mathari tbnam, baiklah jika kita bisa mnhanny disiang hari..
Afwan klo malam tiba bagaimana ustad?
bukankah pada malam hari kita tidak bpuasa…
Mohon solusi

Jawab:

Untuk menghilangkan onani yang sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun tentunya tidak bisa dihilangkan hanya dengan berpuasa satu hari, akan tetapi penyembuhannya jugu butuh proses yang tidak sebentar, kecuali orang-orang yang mendapatkan taufik dari Allah untuk langsung berhenti.
Maka tetap lanjutkan kebiasaan berpuasa. Cara lain yang sangat efektif insya Allah adalah mengusahakan agar jangan sampai sendirian, mencari kegiatan yang bisa menyibukkan dia, dan tentu saja berdoa kepada Allah agar dilindungi dari godaan setan. Semoga Allah Ta’ala menyelamatkan kita semua dari godaan setan yang terkutuk, Allahumma amin.

===

Wahyu tanya:

Kami belum menemukan jawaban yang lebih moderat sebab Islam sesungguhnya rahmatan lil’alamin dan tidak memberatkan. Mengenai onani atau masturbasi bagi kaum laki-laki yang sudah berkeluarga tetapi karena dituntut menafkahi keluarga (istri dan anak) dan berjauhan berbulan-bulan, sedangkan kemampuan untuk pulang terbatas (biaya dll) dan lebih untuk menghindari zina maupun poligami (karena jelas tidak adil menurut kami terhadap istri). Solusinya belum ada jawaban dari Ustadz (keterbatasan dalam menyimpulkan)dan serba mengambang. Hal ini sebaiknya melalui keputusan ijtihad ulama, karena Islam agama yang mengikuti perkembangan jaman dengan adanya pekerjaan menghidupi keluarga berjauhan tetapi adil. Sedangkan berpuasa dan menghindari hal-hal yang mendorong hawa nafsu pun sudah dengan adanya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi kembali bahwa hawa nafsu harus dikendalikan. Namun terdapat keterbatasan karena manusia merupakan makhluk yang diberi kelebihan tidak seperti malaikat. Sehingga perlu solusi yang baik dan sehat secara Islami.

Jawab:

Kami tahu bahwa para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum onani dalam keadaan darurat dan kami tahu ada sebagian ulama salaf yang membolehkannya. Hanya saja mayoritas ulama tetap berpendapat terlarangnya onani secara mutlak. Dan inilah pendapat yang kami pilih berdasarkan keumuman dalil-dalil dalam permasalahan.
Kalaupun ada yang berpendapat dengan pendapat sebagian ulama yang membolehkan dalam keadaan darurat, maka di sini ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:

1. Batasan darurat. Kalau kita tanyakan kepada ulama yang membolehkannya: Apakah termasuk darurat kalau saya bekerja di luar negeri berbulan-bulan atau bahkan itu adalah negeri kafir, sehingga saya dibolehkan onani?

Kami tidak yakin kalau ulama tersebut akan menjawa itu darurat, karena masih ada jalan lain yaitu mencari pekerjaan di dalam kota, bahkan bekerja di negeri kafir asalnya adalah dilarang kecuali setelah terpenuhinya syarat-syarat yang mereka tetapkan. Di antara syaratnya adalah sudah tidak ada jalan lain kecuali menempuh yang haram itu. Sementara masih banyak jalan lain untuk bisa dekat dengan istri atau jalan lain untuk menghindari perzinahan dan seterusnya.

Intinya, kaidah ‘darurat terkadang bisa membolehkan yang dilarang’ tidak bisa dipahami seenak perutnya. Ini adalah kaidah fiqhi sehingga yang menerapkannya adalah yang paham fiqhi, bukan -maaf- seorang pegawai/karyawan yang tidak paham agama langsung menetapkan seenaknya ‘saya dalam keadaan darurat’ karenanya saya boleh onani.

2. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Tamam Al-Minnah (hal. 420-421), “Kami tidak mengatakan bolehnya onani bagi orang yang khawatir terjerumus dalam perzinaan, kecuali jika dia telah menempuh pengobatan Nabawi (yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum pemuda dalam hadits yang sudah dikenal yang memerintahkan mereka untuk menikah dan beliau bersabda:

فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Maka barangsiapa belum mampu menikah hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.”

Oleh karena itu, kami mengingkari dengan keras orang-orang yang memfatwakan kepada pemuda yang khawatir terjerumus dalam perzinaan untuk melakukan onani, tanpa memerintahkan kepada mereka untuk berpuasa.”

Dan sangat sedikit di antara mereka (pelaku onani) yang berusaha mengobati dirinya. Maunya langsung darurat -na’udzu billah- tanpa mencoba untuk menghilangkan godaan setan dalam dirinya dengan pengobatan nabawi. Bahkan mungkin saja kita susah sekali untuk mendapatkan pelaku onani yang rajin puasa.

3. Bagaimanapun juga, onani asalnya adalah haram. Karenanya kalaupun ada yang mengerjakannya setelah terpenuhinya kedua catatan di atas, maka dia tidak boleh menikmatinya atau bahkan menjadikannya sebagai kebiasaan. Kapan dia melanggar hal ini maka dia telah terjatuh ke dalam yang haram walaupun menurut ulama yang membolehkan dalam keadaan darurat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa (10/574): “Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat (nikmatnya menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram. Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya, demikian pula yang selain beliau.”

Demikian keterangan tambahan mengenai onani, semoga bisa menghilangkan semua kerancuan dalam masalah haramnya onani, Allahumma amin.



***



Sumber Website: http://al-atsariyyah.com/?p=1536

Tanya:

Apa hkm onani bg bujang/blm mampu menikah utk melampiaskan nafsu sahwat. Jibnunmuhammadjawas@yahoo.com>



Jawab:

Berikut jawaban dari tiga ulama besar di zaman ini:

1. Fatwa Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan -hafizhahullah-

Tanya :

“Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal.

Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? Lantas, apa hukum onani ? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”

Jawab :

Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/ kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” [QS. Al-Mu`minun: 5 - 6]

Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. (HR. Al-Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.

Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.

Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.

Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

2. Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah-

Tanya :

“Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ?”

Jawab:
“Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-Mu'minun: 5 - 7]

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.

Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Al-Bukhari: 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud]

Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.

Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter. Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

[As ilah muhimmah ajaba ‘alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]

3. Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-

Tanya:

Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : “Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?”

Jawab:
Ini yang disebut oleh sebagian orang “kebiasaan tersembunyi” dan disebut pula “jildu ‘umairah” dan ‘‘istimna” (onani). Jumhur ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebutkan orang-orang Mu’min dan sifat-sifatnya, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5 – 7]

Orang yang melampuai batas artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.

Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.

Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya. Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan.

Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut. Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur’an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hambaNya.

Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya. Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.”

Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan : “Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya”, akan tetapi beliau mengatakan : “Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”

Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu :

Pertama: Segera menikah bagi yang mampu.

Kedua: Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.

Maka hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar’i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya.

Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya, “Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah.” (HR. At-Tirmizi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

(Dikutip dari terjemah Fatawa Syaikh Bin Baz, dimuat dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130, disalin dari Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)

Sumber: Salafy.or.id offline Judul: Fatwa ulama seputar onani atau masturbasi dengan sedikit perubahan



***

aldi tanya:
assalamualaikum
apa hukum nya seorang laki2 yang telah beristri melakukan onani dan hal itu sepengetahuan istri juga,hal itu di lakukan karna pekerjaan yang jauh dari keluarga dan berbulan2 tidak pulang

sukron

Jawab:

Waalaikumussalam warahmatullah
Tidak boleh saling meridhai dalam kemungkaran. Yang wajib bagi dia adalah bertaubat kepada Allah lalu pulang kepada istrinya untuk menunaikan hajatnya kemudian dia berangkat kerja lagi jika dia kehendaki. Atau dia bisa melakukan poligami jika memang dia tidak bisa pulang selama berbulan-bulan. Wallahu a’lam

===

riru tanya:
bolehkah bermasturbasi/onani jika kondisinya harus hidup terpisah sekian bulan karena suami mencari nafkah di negara lain?
Jawab:
Tidak boleh dia melakukannya. Dalam keadaan seperti ini si suami bisa terjatuh ke dalam dosa karena membiarkan istrinya dalam keadaan seperti itu. Hendaknya si istri bertakwa kepada Allah Ta’ala, berusaha untuk menjaga kehormatannya dengan berpuasa, dan menasehati suaminya agar segera pulang. Wallahu a’lam
===
Ibnu Jubana tanya:

bismillaah, baarokalloohufiikum
setelah memabaca jawaban Ustadz u akh Aldi (nomor 5, 8 juli 2010) “….Atau dia bisa melakukan poligami jika memang dia tidak bisa pulang selama berbulan-bulan. Wallahu a’lam ”

ana penasaran, bukankah syarat utama dri poligami adalah ‘adil? bagaimana bisa ‘adil jika kita memiliki 2 (dua) istri misalnya ( yang satu tinggal di dalam negeri dan yang lain di luar negeri,tinggal bersama suami) berhubungan dengan pemberian nafkah terhadap mereka?

saya sendiri saat ini bekerja di luar negeri (perawat-kuwait)dimana hanya mendapat cuti tahunan 1 (satu) kali-sekitar 40 hari. Bisa juga mengajukan cuti darurat (15 hari) dengan alasan yang jelas (misalnya ada musibah dengan keluarga).

jazakumulloohukhoironkatsiiron…

Jawab:

Waalaikumussalam warahmatullah
Solusi poligami ini tentunya dilakukan jika tidak timbul masalah yang lebih besar. Tapi jika istrinya mengizinkan, kenapa tidak? Dan itu bukanlah kezhaliman karena istri (pemilik hak) telah merelakan haknya.

===

HOTELS IN INDONESIA tanya:
Maaf mau tanya,
saya kok belum membaca kesimpulan apakah Onani sama dengan Zina?
terimakasih

Jawab:

Onani tidak sama dengan zina. Zina mempunyai hukum had seperti rajam atau dicambuk lalu diusir, tergantung status pelakunya apakah dia belum atau sudah menikah.
Adapun onani maka dia tidak mempunyai hukum had.

===

ahloi tanya:
apa hukumnya kita mencampur aduk ayat-ayat alqur’an dengan inforasi lain,,,misalnya nya lagi baca ayat alqur’an trus lihat gambar porno….!
..
sedikit lagi..setau sya onani bagi seorang suami yg lagi jauh sama istri dan dilanda syahwat itu tidak haram..karna untuk mencegah dia berdina dengan wanita lain….

sekian….

Jawab:

Pertanyaan pertama saya tidak paham
Kedua, keadaan itu belumlah dikatakan darurat sehingga dia bisa melakukan onani. Karena tidak ada yang menghalangi dia untuk pulang ke istrinya atau dia bawa istrinya ke daerah dia bekerja atau dia menikah lagi di tempat kerjanya kalau memang tidak menimbulkan masalah baru. Apakah alasan bekerja bisa dijadikan alasan untuk mengerjakan hal yang diharamkan? Tentu saja tidak.

===

dindu tanya:

di atas dijelaskan bahwa daripada onani mending poligami bila tidak pulang berbulan-bulan, apakah sikap ini tidak lebih kejam kepada istri dibanding onani, tolong penjelasannya. dan apakah islam tidak mengatur tentang hati, seperti yang diceramahkan oleh aa gym yaitu jagalah hati, saya jadi bingung masalah poligami……………..gimana bos tolong dalilnya mana?

Jawab:

Di atas kita hanya menyebutkan solusi yang menungkinkan secara umum, kita tidak membicarakan solusi per solusi secara spesifik. Adapun masalah poligami saat pergi berbulan-bulan maka tentu harus mengikuti aturan dari pembolehan poligami itu sendiri, bukan seenaknya. Hanya saja karena inti pertanyaannya bukan poligami maka kami tidak merinci seperti ini.
Ala kulli hal, masih ada cara lain yang kami sebutkan kalo memang poligami tidak memungkinkan.

===

Rahman tanya:

askum,
ane mau tanya,

->bila seseorang telah malakukan onani, maka apakah ia harus mandi besar untuk mensucikannya?

->bila seseorang rajin beribadah dalam seharinya, dan melakukan onani 1x dlm seharinya, maka apakah amal ibadah seseorang itu lebih besar dari dosa onaninya/sebaliknya??

->adakah cara lain untuk mencegah melakukan onani selain berpuasa dan nikah???

trima kasih
waskum,

Jawab:

1. Jika onani sampai keluar mani maka dia wajib mandi junub.
2. Seorang muslim seharusnya tidak ‘main hitung-hitungan’ seperti ini. Semua dosa wajib untuk ditinggalkan karena semua dosa akan mengakibatkan kebinasaan bagi pelakunya, kecil atau besar, cepat atau lambat, kecuali jika dia bertaubat.
3. Dengan bergaul dengan teman-teman yang baik, usahakan semaksimal mungkin jangan sampai sendirian, rajin berolahraga, dan tentunya mempertebal rasa takut kepada Allah.

===

Hamba biasa tanya:

Afwan saya baca komen diatas, onani bisa disembuhkan dengan brpuasa, puasa sndiri adlah mnhan haus dn lapar dri mtahari terbit smpe mathari tbnam, baiklah jika kita bisa mnhanny disiang hari..
Afwan klo malam tiba bagaimana ustad?
bukankah pada malam hari kita tidak bpuasa…
Mohon solusi

Jawab:

Untuk menghilangkan onani yang sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun tentunya tidak bisa dihilangkan hanya dengan berpuasa satu hari, akan tetapi penyembuhannya jugu butuh proses yang tidak sebentar, kecuali orang-orang yang mendapatkan taufik dari Allah untuk langsung berhenti.
Maka tetap lanjutkan kebiasaan berpuasa. Cara lain yang sangat efektif insya Allah adalah mengusahakan agar jangan sampai sendirian, mencari kegiatan yang bisa menyibukkan dia, dan tentu saja berdoa kepada Allah agar dilindungi dari godaan setan. Semoga Allah Ta’ala menyelamatkan kita semua dari godaan setan yang terkutuk, Allahumma amin.

===

Wahyu tanya:

Kami belum menemukan jawaban yang lebih moderat sebab Islam sesungguhnya rahmatan lil’alamin dan tidak memberatkan. Mengenai onani atau masturbasi bagi kaum laki-laki yang sudah berkeluarga tetapi karena dituntut menafkahi keluarga (istri dan anak) dan berjauhan berbulan-bulan, sedangkan kemampuan untuk pulang terbatas (biaya dll) dan lebih untuk menghindari zina maupun poligami (karena jelas tidak adil menurut kami terhadap istri). Solusinya belum ada jawaban dari Ustadz (keterbatasan dalam menyimpulkan)dan serba mengambang. Hal ini sebaiknya melalui keputusan ijtihad ulama, karena Islam agama yang mengikuti perkembangan jaman dengan adanya pekerjaan menghidupi keluarga berjauhan tetapi adil. Sedangkan berpuasa dan menghindari hal-hal yang mendorong hawa nafsu pun sudah dengan adanya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi kembali bahwa hawa nafsu harus dikendalikan. Namun terdapat keterbatasan karena manusia merupakan makhluk yang diberi kelebihan tidak seperti malaikat. Sehingga perlu solusi yang baik dan sehat secara Islami.

Jawab:

Kami tahu bahwa para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum onani dalam keadaan darurat dan kami tahu ada sebagian ulama salaf yang membolehkannya. Hanya saja mayoritas ulama tetap berpendapat terlarangnya onani secara mutlak. Dan inilah pendapat yang kami pilih berdasarkan keumuman dalil-dalil dalam permasalahan.
Kalaupun ada yang berpendapat dengan pendapat sebagian ulama yang membolehkan dalam keadaan darurat, maka di sini ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:

1. Batasan darurat. Kalau kita tanyakan kepada ulama yang membolehkannya: Apakah termasuk darurat kalau saya bekerja di luar negeri berbulan-bulan atau bahkan itu adalah negeri kafir, sehingga saya dibolehkan onani?

Kami tidak yakin kalau ulama tersebut akan menjawa itu darurat, karena masih ada jalan lain yaitu mencari pekerjaan di dalam kota, bahkan bekerja di negeri kafir asalnya adalah dilarang kecuali setelah terpenuhinya syarat-syarat yang mereka tetapkan. Di antara syaratnya adalah sudah tidak ada jalan lain kecuali menempuh yang haram itu. Sementara masih banyak jalan lain untuk bisa dekat dengan istri atau jalan lain untuk menghindari perzinahan dan seterusnya.

Intinya, kaidah ‘darurat terkadang bisa membolehkan yang dilarang’ tidak bisa dipahami seenak perutnya. Ini adalah kaidah fiqhi sehingga yang menerapkannya adalah yang paham fiqhi, bukan -maaf- seorang pegawai/karyawan yang tidak paham agama langsung menetapkan seenaknya ‘saya dalam keadaan darurat’ karenanya saya boleh onani.

2. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Tamam Al-Minnah (hal. 420-421), “Kami tidak mengatakan bolehnya onani bagi orang yang khawatir terjerumus dalam perzinaan, kecuali jika dia telah menempuh pengobatan Nabawi (yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum pemuda dalam hadits yang sudah dikenal yang memerintahkan mereka untuk menikah dan beliau bersabda:

فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Maka barangsiapa belum mampu menikah hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa merupakan obat yang akan meredakan syahwatnya.”

Oleh karena itu, kami mengingkari dengan keras orang-orang yang memfatwakan kepada pemuda yang khawatir terjerumus dalam perzinaan untuk melakukan onani, tanpa memerintahkan kepada mereka untuk berpuasa.”

Dan sangat sedikit di antara mereka (pelaku onani) yang berusaha mengobati dirinya. Maunya langsung darurat -na’udzu billah- tanpa mencoba untuk menghilangkan godaan setan dalam dirinya dengan pengobatan nabawi. Bahkan mungkin saja kita susah sekali untuk mendapatkan pelaku onani yang rajin puasa.

3. Bagaimanapun juga, onani asalnya adalah haram. Karenanya kalaupun ada yang mengerjakannya setelah terpenuhinya kedua catatan di atas, maka dia tidak boleh menikmatinya atau bahkan menjadikannya sebagai kebiasaan. Kapan dia melanggar hal ini maka dia telah terjatuh ke dalam yang haram walaupun menurut ulama yang membolehkan dalam keadaan darurat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa (10/574): “Adapun melakukan onani untuk bernikmat-nikmat dengannya, menekuninya sebagai adat, atau untuk mengingat-ngingat (nikmatnya menggauli seorang wanita) dengan cara mengkhayalkan seorang wanita yang sedang digaulinya saat melakukan onani, maka yang seperti ini seluruhnya haram. Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengharamkannya, demikian pula yang selain beliau.”

Demikian keterangan tambahan mengenai onani, semoga bisa menghilangkan semua kerancuan dalam masalah haramnya onani, Allahumma amin.



***



Sumber Website: http://al-atsariyyah.com/?p=1536

0 komentar:

Posting Komentar